Jakarta, Perempuan dan anak sering kali menjadi sasaran karena dianggap lebih lemah sehingga terjadi kekerasan terhadap mereka di lingkungan sekitar.
Dampak dari kekerasan berupa penderitaan yang mengancam kelangsungan dan mutu hidup korban. Hal ini harus dicegah agar perempuan dan anak tidak menjadi obyek kekerasan.
Terkait hal itu, Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta, tahun ini menambah lagi enam Pos Pengaduan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Keenam pos pengaduan tersebut di RPTRA Taman Sawo Jalan Sawo II RT 07/RW 02, Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, RPTRA Nirmala Jalan Epidka RT 08/RW 04 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, RPTRA Rawa Badak Utara Jalan Rawa Binangun VIII RT 12/RW 08 Kelurahan Rawa Badak Utara, Koja, Jakarta Utara, RPTRA Madusela Jalan Mangga Besar XIII RT 02/RW 03 Kelurahan Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, RPTRA Kebon Melati Jalan Awaludin IV RT 02/RW 17 Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat dan Pos Pengaduan RPTRA Tanjung Elang Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang, Kepualauan Seribu Utara.
Pos Pengaduan ditempatkan SDM yang punya kapabilitas terkait dengan kasus penanganan hukum dan psikologis berkoordinasi dengan Polsek setempat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk PPAPP DKI Jakarta, Tuty Kusumawati mengatakan, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ibarat fenomena gunung es, masih banyak kasus kekerasan yang terjadi di masyarakat namun tidak dilaporkan.
“Kita berharap kasus kekerasan terbongkar dengan banyaknya sarana yang kita bentuk ini bisa dimanfaatkan korban yang awalnya tidak berani bicara, justru berani lapor mengalami kasus kekerasan, ” ucap Tuty, Jumat (13/1).
Kekerasan pada perempuan dan anak di DKI Jakarta terjadi peningkatan dibanding tahun sebelumnya.
Dinas PPAPP DKI mencatat pada 2019 sebanyak 1.179 kasus, 2020 sebanyak 947, 2021 sebanyak 1.313, dan 2022 mencapai 1.278 kasus per Oktober.
Terjadinya kekerasan ini disebabkan dari berbagai hal. Antara lain budaya patriarki, ketidakadilan gender, kualitas yang hidup rendah. Lalu pola asuh yang salah, kemiskinan, tayangan media yang tidak medidik, dan gangguan psikologis-jiwa. (hy)